Langsung ke konten utama
Bahagiaku itu sederhana

Rabu, 14 November 2012 ~

Aku pergi dari rumah menuju  padang rumput hijau dibalik bukit. Hari itu aku hanya ingin pergi untuk melepas penat yang sudah lama ku pendam. Sepanjang perjalanan aku melompat - lompat kecil sambil bernyanyi riang. Tak ingin menangis lagi seperti hari - hari yang lalu.  Aku terus berharap saat ini ada orang yang menyapaku dan membantuku bahagia.  
Aku melewati pagar - pagar kebun setinggi diriku,lalu berbelok menuruni bukit.  Kemudian melewati sebuah gedung sekolah bercat putih dan bertingkat dua. Aku mendongak ke atas, memperhatikan wajah - wajah cerah yang melambaikan tangannya padaku dan meneriakkan namaku. Mereka begitu bersemangat, tetapi aku membalasnya dengan senyum terpaksa. Hatiku terguncang saat itu.
Salah satu diantara mereka hanya memperhatikan aku, tak seperti yang lainnya. Aku sangat kenal pemilik wajah itu. Mungkin air mukanya mengisyaratkan padaku untuk segara berlalu. Aku tak tau kenapa saat menatapnya, walau hanya sekilas, hatiku terantuk pedih itu lagi. Aku tertunduk. "ah mungkin dia tak suka aku seperti ini! " aku segera pergi dari tempat itu.
Air mata yang terus menumpuk disudut mata ini masih bisa kubendung.  "mungkin hari ini aku belum bisa bahagia. Mungkin hari ini memang sudah ditakdirkan seperti ini! " batinku menghibur hati yang telah patah. Aku tetap berusaha menyelotehkan syair - syair kecil. Aku tak ingin orang yang lalu lalang disekitarku menangkap kesedihanku. 
Sesekali mereka menyapa, kubalas dengan lambaian kecil. Aku tak mampu berbincang lama dengan mereka karena aku tak ingin bendungan air mataku pecah. Aku lebih baik segera melanjutkan perjalanan. 
Aku menikung ke kiri jalan, sebelum akhirnya didepanku berdiri sosok dia.  Dia yang tadi memintaku pergi dengan isyarat raut mukanya.  Dia yang tadi membuat aku tertunduk malu. Dia yang tadi meremukkan hatiku. Dia membelakangiku. 
Aku berhenti, menatap punggungnya lama. Entah dia tahu atau tidak aku ada dibelakangnya, hanya mengikuti lambaian baju bola merah putihnya yang tertiup angin sore. Aku tertunduk lagi.  Aku masih tak tahu apakah aku harus menyapanya atau harus melewatinya.  Diam, sunyi, hanya ada suara angin yang agak kencang mengguncang barisan ilalang di tepi jalan.  
Tiba - tiba dia membalikkan badan dan menyodorkan tangannya. Aku tersentak.  Kaget.  Aku tak berani menatapnya.  Aku ragu.  Kuberanikan sedikit demi sedikit untuk mengangkat kepala mencoba mengartikan senyumnya.  Dia mengangguk.  Aku tau artinya. Dia mengajakku!! 
Tuhaaannn aku bahagiaa 🙌🙌 Kusambut tangannya,dan entah kenapa spontan wajahku memerah dan senyumku pun lahir.  Kurasakan genggamannya begitu kuat dan erat. Diajaknya aku berlari kecil sambil bernyanyi riang, menyenandungkan lagu - lagu bahagia,  hingga sampai dipadang rumput.  
Rumput hijau yang tumbuh agak tebal itu sangat indah. Dia menerbangkan baling-baling kerucut kuning kearah pohon di utara padang itu. Tangannya yang satu masih menggenggam tanganku, lebih erat lagi. 
Diberikannya satu baling - baling kecil padaku. Dia menatapku dan anggukannya diiringi dengan senyum manisnya. "ini senyum ketulusan" seperti itu yang kubaca.  Ia ingin aku menerbangkan benda itu sekuat tenaga agar hinggap dipuncak pohon.  Kuikuti keinginannya dan kulempar sekuat tenaga, meski akhirnya tak mendarat di sana.  Tapi, aku tetap bahagia.  "Tuhan, maafkan aku yang telah memfonis takdirmu!  Aku tak tahu Engkau bisa saja berbuat sesukamu. Terima kasih banyak atas hari yang paling indah ini! ".

#bahagia itu sederhana  😃😃 #my dream is you 
😊😊 mimpi ini selalu saja bisa menghiburku 

Komentar