Langsung ke konten utama

Jurnal Penelitian Kesadaran Kritis Mahasiswa Aceh Terhadap Informasi Hoax


ARTIKEL PENELITIAN SKRIPSI


Kesadaran Kritis Mahasiswa Aceh Terhadap Informasi Hoax
(Studi Deskriptif Kualitatif Literasi Media Tentang Kesadaran Kritis Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Terhadap Informasi Hoax di Media Sosial Facebook)

Oleh:
FITHRATUL AINI
1310102010074
ILMU KOMUNIKASI



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2018




                                                                             
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 3, Nomor 3, Agustus 2018
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP


Kesadaran Kritis Mahasiswa Aceh Terhadap Informasi Hoax

(Studi Deskriptif Kualitatif Literasi Media Tentang Kesadaran Kritis Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Terhadap Informasi Hoax di Media Sosial Facebook)
Fithratul Aini, Rahmat Saleh, M. Comn
Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK, Penelitian ini berjudul “Kesadaran Kritis Mahasiswa Aceh Terhadap Informasi Hoax (Studi Deskriptif Kualitatif Literasi Media Tentang Kesadaran Kritis Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Terhadap Informasi Hoax di Media Sosial Facebook). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kesadaran kritis mahasiswa komunikasi Aceh terhadap informasi hoax. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk menafsirkan dan menguraikan fakta yang bersangkutan dengan dengan situasi yang sedang terjadi dengan menggunakan teori Literasi Media. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa aktif jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan teknik penarikan sample purposif sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan kesadaran kritis mahasiswa berupa kemampuan kognitif dalam menerjemahkan isi pesan, membagi pesan berdasarkan unsur 5W1H dan piramida terbalik, mempertanyakan kebenaran informasi, memeriksa kelengkapan, membandingkannya dengan konteks nyata, menganalisis sumber, serta membandingkan informasi dengan tautan situs dan informasi di media lain. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa kemampuan literasi media mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran UIN Ar-Raniry berada dalam kategori medium, yaitu kemampuan pengoperasian media (technical skills) tinggi, kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi konten media bagus (critical understanding), serta aktif dalam memproduksi konten media dan berpartisipasi secara sosial (communicative abilities).

Kata Kunci : Hoax, Literasi media, Kesadaran kritis


PENDAHULUAN
            Saat ini, berbagai informasi dapat dengan mudah kita peroleh, salah satunya dari media sosial. Media sosial menawarkan banyak kemudahan untuk saling berbagi dan memperoleh informasi, baik itu informasi yang benar dan bermanfaat atau malah informasi yang palsu dan menyesatkan (hoax). Perilaku penggunaan media sosial pada masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, membuat informasi yang benar dan salah menjadi bercampuraduk.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merilis survei tentang informasi palsu (hoax) yang tengah marak di Tanah Air. Dari hasil survei itu, diketahui media sosial menjadi sumber utama peredaran hoax, khususnya media sosial Facebook dan Twitter. Proses survei dilakukan secara online dan melibatkan 1,116 responden. Sebanyak 91,8 persen responden mengatakan berita mengenai Sosial-Politik, baik terkait Pemilihan Kepala Daerah atau pemerintah, adalah jenis hoax yang paling sering ditemui, dengan persentase di media sosial (diantaranya Facebook) sebanyak 92,40 persen.
Pengamat internet dan media sosial, Nukman Luthfie menilai literasi media publik rendah disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu contohnya saat kita melihat headline berita yang bombastis, kebanyakan orang tidak sempat mengecek isi beritanya. Jika judul tersebut mereka rasa cocok, maka masalah benar atau tidaknya tidaklah penting, mereka akan share terlebih dahulu meskipun belum mengetahui isi sebenarnya.
Sudah semestinya masyarakat semakin cerdas dalam menghadapi derasnya informasi hoax. Tingkat pendidikan masyarakat sangat berperan dalam membentuk perilaku sadar akan informasi yang baik untuk dikonsumsi. Penyebaran hoax dapat dicegah dengan meningkatkan minat membaca dan literasi media masyarakat. Sehingga dengan semakin meningkatnya aktifitas bersosial media kita, kita juga dituntut untuk semakin kritis memilah informasi yang kita peroleh.
Mahasiswa sebagai pemegang status pendidikan tertinggi dikalangan pelajar lain dalam masyarakat harusnya mampu memahami, menganalisis, menilai, dan mengkritisi informasi yang dibawa oleh media. Terlebih pada mahasiswa yang memiliki spesifikasi khusus dibidang media dan jurnalistik yaitu mahasiswa Komunikasi.
Salah satu universitas terkemuka di Provinsi Aceh yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Ar- Raniry, memiliki jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) yang merupakan program studi bidang komunikasi pertama di Aceh, didirikan sejak tahun 1968. Sebagai program studi yang memadukan ilmu komunikasi dengan nilai- nilai keislaman yang diintegrasikan dengan penyiaran dan dakwah Islam, maka dalam konteks pemberitaan atau penerimaan informasi juga dilandaskan pada panduan yang telah dimaktubkan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Hujurat ayat 6 yang intinya “Telitilah Kebenarannya!”. Allah swt mengajarkan untuk mengecek semua informasi dari siapapun, bukan dari seorang fasiq (orang yang keluar dari ketaatan) saja. Sebab manusia akan menyesal jika mudah menerima informasi tanpa menelitinya terlebih dahulu karena dapat menimbulkan perbuatan ceroboh ketika mengikuti berita yang salah.
Oleh sebab itu, mahasiswa Komunikasi dituntut untuk memiliki pemahaman lebih tentang literasi media dan kesadaran kritis dibanding mahasiswa dari program studi lainnya. Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak mahasiswa Komunikasi yang belum memiliki kesadaran kritis dalam dirinya sehingga masih belum dapat membedakan mana informasi yang benar atau salah dan masih mudah terpengaruh dengan berbagai konten di media sosial.

Kesadaran Kritis dalam Literasi Media
Menurut kategorisasi jenis kesadaran yang dirumuskan oleh Paulo Freire (Nurhaliza, 2016: 25), kesadaran kritis merupakan kesadaran yang paling tinggi dalam arkeologi kesadaran manusia, setelah kesadaran magis dan kesadaran naif. Manusia dalam kesadaran ini mampu berpikir dan bertindak sebagai subjek serta mampu memahami realitas keberadaannya secara menyeluruh, mampu memahami pemahaman yang kurang baik dalam teks dan realitas.
Menurut Potter (1998: 44-49), dalam literasi media dibutuhkan empat kemampuan untuk meneliti isi pesan, yaitu kemampuan analisis, kemampuan membandingkan/mengkontraskan, mengevaluasi dan kemampuan mengabstraksi. Pengukuran kemampuan literasi media seseorang mengacu pada individual competences yang merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media (European Commission, 2009) yang terdiri dari tiga variabel, yakni Technical Skills, Critical Understanding, dan Communicative Abilities.
Kemudian hasil akhir dari kemampuan literasi media ini adalah dengan menentukan tingkat kemampuan literasi media, yang dibedakan menjadi tiga kategori (Winarno, 2014: 68) yaitu Basic, Medium, dan Advanced.

Media Baru dan Literasi Media Digital
Menurut R Cahyo Prabowo mengenai media baru/new media/media online adalah suatu alat sebagai sarana komunikasi yang dimana saling berinteraksi, berpendapat, tukar informasi, mengetahui berita yang melalui saluran jaringan internet serta informasinya selalu terbaru secara kilat dan juga lebih efisien memberikan informasi kepada pembaca/khalayaknya
Literasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat (Kurniawati, (8):2).

Informasi Hoax
Secara singkat informasi hoax adalah informasi yang tidak benar. Dalam cambridge dictionary, kata hoax sendiri berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan menipu, trik penipuan, rencana penipuan disebut dengan hoax. Kemudian, situs hoaxes.org dalam konteks budaya mengarahkan pengertian hoax sebagai aktivitas menipu: “Ketika koran sengaja mencetak cerita palsu, kita menyebutnya hoax. Kita juga menggambarkannya sebagai aksi publisitas yang menyesatkan, ancaman bom palsu, penipuan ilmiah, penipuan bisnis, dan klaim politik palsu sebagai hoax” (Anggraini, 2016 :30).

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Mahasiswa
Kemampuan Literasi Media
Informasi Hoax
Kesadaran Kritis

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Ar- Raniry. Dalam penelitian ini pendekatan penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Moleong (2006: 19), penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada gejala atau fenomena yang bersifat alami. Bogdan dan Taylor (Ahmadi, 2010: 15) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang- orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan latar dan individu -individu dalam latar itu secara keseluruhan. Yakni subjek penelitian, baik berupa organisasi ataupun individu, tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan.
Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa aktif jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Sementara yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman mahasiswa Komunikasi terhadap literasi media.
Dalam penentuan informan, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu pengambilan sample sumber data secara sengaja dan dengan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria informan yang akan dipilih adalah :
1.      Merupakan mahasiswa aktif pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Ar- Raniry
2.      Informan telah mengambil matakuliah dasar Jurnalistik, Pengantar Ilmu Komunikasi Islam, Etika Komunikasi dan Komunikasi Massa
3.      Informan merupakan pengguna media sosial Facebook aktif, dengan minimal akses 1 kali sehari
4.      Informan pernah mendapat informasi hoax
Beberapa teknik pengumpulan data yang akan dilakukan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan peneliti menggunakan teknik analisis data dengan model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2005: 92) yang menyatakan tiga tahap aktivitas dalam analisis data, yaitu penyajian data (data display), reduksi data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan penelitian lapangan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap 11 orang mahasiswa jurusan KPI UIN Ar- Raniry yang dilakukan selama kurun waktu satu bulan yaitu mulai bulan januari hingga februari 2018.
Literasi media yang secara formal ditetapkan di National Leadership Conference on Media Education pada tahun 1992 yaitu, “Kemampuan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan-pesan secara luas dalam berbagai bentuk” (Christ & Potter dalam Arke, 2005: 7). Menurut Potter (1998 : 44-49), dalam literasi media dibutuhkan empat kemampuan untuk meneliti isi pesan, yaitu kemampuan analisis, kemampuan membandingkan/ mengkontraskan, mengevaluasi dan kemampuan mengabstraksi. Dimana pengukuran kemampuan literasi media seseorang mengacu pada individual competences (kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media), yaitu Technical Skills (teknik dalam menggunakan media), Critical Understanding (kemampuan kognitif dalam menggunakan media) dan Communicative Abilities (kemampuan bersosialisasi dan berpartisipasi melalui media).
Berdasarkan penuturan para informan, dapat di jelaskan sebagai berikut:
1)        Kemampuan mengakses (Technical Skills): Semua informan memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mengontrol penggunaan alat akses Facebook yang mereka gunakan, yaitu handphone dan laptop. Dengan waktu akses yaitu pada waktu luang dan malam hari yang berdurasi diatas satu jam perharinya. Informasi yang diakses berupa berita seputar isu-isu politik, berita unik, gosip artis dan berita olahraga serta iklan produk, status teman, foto dan video. Penggunaan media social Facebook pada mahasiswa dilandasi berbagai alasan berbeda, diantaranya mengikuti perkembangan zaman, melihat meme, atau untuk sekedar mencari hiburan, mengisi waktu luang, update status dan story tentang keseharian mereka, saling share informasi, seperti berita-berita, info olahraga, gosip artis, foto dan video-video viral, tips-tips seputar kehidupan sehari-hari, atau bahkan menggunakan fitur-fitur lain yang ada di Facebook seperti game online.
2)      Kemampuan menganalisis (Critical Understanding): Sebanyak 8 orang informan mengaku tidak terlalu kritis dalam melihat isi pesan. Namun, informan memperhatikan isi pesan jika pesan tersebut sangat kurang, dalam artian tidak memenuhi berbagai syarat sebuah informasi yang baik, seperti tidak menyembunyikan identitas pelaku kriminal. Selebihnya, menyatakan cara mereka menganalisis informasi lebih kepada melihat kelengkapan syarat yang harus ada dalam suatu informasi/berita yaitu unsur 5W1H serta melihat sudut pandang arah pesan.
3)      Kemampuan membandingkan/ mengontraskan : Kemampuan ini masih termasuk kategori critical understanding. Dari rasa ingin tahu timbul inisiatif dari informan untuk memeriksa kelengkapan informasi terkait unsur 5W1H yang seharusnya ada dalam sebuah informasi atau berita. Dalam penafsiran informasi, informan juga harus membandingkan informasi tersebut dengan konteks dunia nyata. Dalam artian masih dalam batas kewajaran yang dapat diterima akal sehat. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa seluruh informan dapat membandingkan suatu informasi yang dikonsumsi dengan konteks dunia nyata, meskipun dengan berbagai macam pertimbangan seperti, kesesuaian antara informasi dengan kenyataan serta berpedoman pada Al-Qur’an. Kemudian pada tahap menganalisis sumber, informan mengaku melakukan analisis sederhana dengan melihat nama dan kepopuleran situs tersebut, serta memilahnya menjadi dua bagian antara situs resmi dengan blog pribadi. Perbandingan lebih lanjut yaitu membandingkan informasi dengan tautan situs yang tertera, dimana hanya 7 informan yang meng-klik tautan situs tersebut. Dan pada proses membandingkan informasi dengan informasi yang sama di media lainnya, media yang menjadi pembanding adalah Line Today, mesin pencari Google, Instagram dan televisi serta bertanya melalui forum komentar atau diskusi dengan teman dan orang-orang disekitar informan.Tujuan dari membandingkan informasi di Facebook tersebut dengan media lain yaitu mencari kebenaran dan keakuratan pesan. Akan tetapi tidak semua informan penelitian akan membandingkan setiap pesan yang ia peroleh melalui media sosial Facebook dengan media lainnya disebabkan kecukupan dari informasi yang diterima.
4)      Kemampuan mengevaluasi : (masih termasuk dalam kategori critical understanding) Mahasiswa mampu memberikan penilaian akhir terkait kebenaran informasi yang diperoleh dengan membandingkannya dengan komponen utama dalam dunia jurnalistik dalam hal informasi, penyusunan informasi, penyebaran informasi dan media massa, atau dengan kewajiban etis jurnalis yang telah diatur dalam kode etik jurnalistik. Adapun dampak yang disadari semua informan dari tersebarnya informasi hoax di media sosial secara general bersifat negatif, karena informasi yang dikatakan ‘sampah’ tersebut dapat menyebabkan ‘kebakaran jenggot’ akibat tersulutnya emosi, menciptakan pemikiran yang salah, menimbulkan kerugian, membuat kisruh, serta mencelakakan orang lain, terutama masyarakat awam yang tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran dalam mengoreksi sebuah informasi yang diperoleh melalui media sosial. Seorang jurnalis ataupun praktisi media dituntut untuk memberikan informasi yang real dengan mengecek kembali semua bagian dari informasi yang akan dibagikan dan sebisa mungkin terjun langsung ke lokasi kejadian. Sudah seharusnya seorang jurnalis memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat luas, karena profesi sebagai jurnalis sendiri merupakan tanggung jawab moral yang diemban untuk memberikan pengetahuan yang benar kepada publik
5)      Kemampuan mengabstraksi (Communicative Abilities):
Menurut hasil wawancara, sebagian besar informan mengkomunikasikan pesan hoax yang mereka temui kepada orang lain dengan cara diskusi, baik perorangan maupun diskusi kelompok. Mereka lebih sering mengkomunikasikan secara langsung karena lebih mudah mendapat feedback langsung dan pesan yang ia sampaikan lebih mudah diserap oleh teman atau kelompoknya, sehingga pengetahuan tersebut dapat diaplikasikan secara langsung. Selain mengkomunikasikan secara langsung, informan juga berpartisipasi menggunakan media sosial dengan memberikan pemahaman kepada pihak lain atas konten media yang diterimanya. Informan tidak mengedit isi pesan atau informasi tersebut, akan tetapi menambahkan keterangan bahwa informasi tersebut merupakan informasi hoax. Tujuan dari penambahan keterangan tersebut adalah untuk memberikan pengetahuan antara yang benar dengan yang salah bagi orang lain, pemberian keterangan tersebut dimaksudkan agar masyarakat tidak tertipu dengan informasi hoax yang sudah tersebar dan hal tersebut dapat memberikan input yang bagus bagi audiens.

Dari hasil penelitian, terlepas dari teori literasi media tersebut, yang menjadi indikator tambahan yaitu pengetahuan informan mengenai informasi hoax. Yang mana informasi hoax merupakan informasi palsu yang tidak jelas kebenarannya. Banyak informasi hoax yang pernah dijumpai di Facebook, diantaranya mulai dari berita-berita politik yang memunculkan perseteruan kelompok, hingga gosip-gosip artis yang bertujuan hanya untuk mencari sensasi. Adapun ciri informasi hoax menurut sebagian informan dapat terlihat melalui sumber informasi. Akan tetapi informasi hoax sendiri terkadang tidak dengan serta merta dapat dikenali melalui ciri-ciri tersebut, karena boleh jadi hoax diselipkan kedalam informasi yang benar, sehingga dapat mengecoh pembacanya. Seperti penggunaan opini pribadi, bahasa yang bertele-tele, membesar-besarkan suatu isu, dan penggunaan kalimat yang mengarahkan publik untuk lebih condong pada satu pilihan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian ini yang mengemukakan secara detail bagaimana kemampuan literasi media mempengaruhi kesadaran kritis mahasiswa terhadap konten informasi hoax dapat diketahui bahwa kemampuan literasi media mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran UIN Ar-Raniry berada dalam kategori medium. Adapun kriteria kelompok tingkat literasi media kategori medium sebagaimana diungkapkan Winarno (2014: 68), yaitu kemampuan pengoperasian media (technical skills) tinggi, kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi konten media bagus (critical understanding), serta aktif dalam memproduksi konten media dan berpartisipasi secara sosial (communicative abilities).

Kesimpulan
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai kesadaran kritis mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry terhadap informasi hoax, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1)   Semua informan memiliki kemampuan technical skill yang mumpuni dalam mengontrol penggunaan alat akses Facebook yang mereka gunakan, yaitu handphone dan laptop. Dengan waktu akses yaitu pada waktu luang dan malam hari yang berdurasi diatas satu jam perharinya. Informasi yang diakses berupa berita seputar isu-isu politik, berita unik, gosip artis dan berita olahraga serta iklan produk, status teman, foto dan video. Tujuan mengakses media sosial Facebook adalah untuk mendapatkan informasi seputar kejadian sehari-hari dan hal-hal yang sedang viral, eksistensi diri, dan sebagai hiburan.
2)   Pengetahuan informan tentang informasi hoax juga baik, dengan ciri-ciri informasi hoax antara lain merupakan informasi dari akun sumber yang tidak jelas, penggunaan bahasa yang absurd, bertele-tele, penuh penekanan dan menimbulkan kontroversi.
3)   Pada kemampuan critical understanding, informan dikatakan kurang dalam hal menganalisis konten, akan tetapi cukup baik dalam kemampuan membandingkan serta mengevaluasi konten informasi. Kesadaran kritis mahasiswa KPI berupa kemampuan kognitif dalam menerjemahkan isi pesan, membagi pesan berdasarkan unsur 5W1H dan piramida terbalik, mempertanyakan kebenaran informasi, memeriksa kelengkapan, membandingkannya dengan konteks nyata, menganalisis sumber, serta membandingkan informasi dengan tautan situs dan informasi di media lain.
4)   Pada unit kemampuan communicative abilities, informan mampu berperan aktif dalam partisipasi secara sosial memberikan pemahaman kepada orang lain terkait informasi hoax yang diperoleh serta aktif berpartisipasi di media dengan men-share konten tersebut sekaligus keterangannya.
5)   Diketahui bahwa kemampuan literasi media mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran UIN Ar-Raniry berada dalam kategori medium, yaitu kemampuan pengoperasian media (technical skills) tinggi, kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi konten media bagus (critical understanding), serta aktif dalam memproduksi konten media dan berpartisipasi secara sosial (communicative abilities).


Saran
Adapun saran-saran sehubungan dengan penelitian ini sebagai berikut:
1)        Saran penelitian selanjutnya, agar membuat pertanyaan dan wawancara yang lebih mendalam, sehingga dapat mengetahui bagaimana tindakan yang diambil oleh informan terhadap hoax.
2)        Saran praktis, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam diharapkan lebih mendalami bagaimana kesadaran kritis terhadap informasi hoax itu sendiri dan melakukan klarifikasi informasi, serta jangan mempercayai informasi dari satu sumber saja.
3)        Saran akademis, penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode kuantitatif, untuk mengukur dengan pasti kesadaran kritis yang dimiliki mahasiswa terhadap informasi hoax

Daftar Pustaka
Ahmadi, Rulam. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Anggraini, Clara Novita. 2016. Literasi Media Baru dan Penyebaran Informasi Hoax. Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Arke, Adward T. 2005. Disertasi. Media Literacy and Critical Thinking: Is There a Connection?. School of Education. Duquesne University
Baran, Stanley J. 2003. Introduction to Mass Communication: Media Literacy and Culture. New York: Mc Graw Hill
Faisal, Alfi Rahmat. 2017. Implementasi Pendidikan Literasi Media Oleh Remotivi. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara
Kurniawati, Juliana. Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurnal Komunikator. Vol 8 No.2
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nurhaliza, Ade. 2016. Kesadaran Kritis Mahasiswa Terhadap Media Sosial. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara
Potter, W. James. 1998. Media Literacy. Thousand Oaks, California: Sage
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
European Commission. 2009. Study on assessment Criteria for Media Literacy levels. Brussels
Winarno, S. 2014. Pemahaman Media Literacy Televisi Berbasis Personal Competences Framework (Studi Pemahaman Media Literacy Melalui Program Infotainment Pada Ibu-Ibu Perumahan Tegalgondo Asri Malang). Jurnal Humanity Vol.9 (2)



Komentar